Semula, Tiko dan dua orang temannya, Dwi Gunawan (19) dan Ahmad Kholid (19), hendak membeli sepatu di pasar malam depan Stasiun Jatinegara. Sepatu baru itu rencananya akan dipakai saat wawancara kerja di pabrik peleburan baja di Karawang, Jawa Barat, Rabu pagi. Ketiganya pun menumpang angkutan umum M04 jurusan Cililitan-Pulogadung. Rupanya angkot tersebut tak sampai ke depan stasiun. Ia berbalik arah di depan LP Cipinang.
"Kami turun, jalan ke arah stasiun. Terus ditarik sama cewek-cewek itu, langsung ditempelin tiga ojek, disuruh naik. Enggak tahu dibawa muter-mutersampai mandek (berhenti) di rumah, kayak kos-kosan gitu," ujar Tiko kepada Kompas.com di depan Polsektro Jatinegara, Selasa (4/9/2012) dini hari.
Sebelumnya, Tiko mengungkapkan, mereka adalah perantau dari Cilacap, Jawa Tengah. Ketiganya baru tiba di Jakarta, Minggu (2/9/2012) lalu. Sesampainya di Ibu Kota, ketiganya tinggal terpisah. Tiko dan Ahmad menyewa sebuah kontrakan di wilayah Sumber Artha, Jatibening, Bekasi, Jawa Barat. Sementara Dwi menumpang pamannya di daerah Prumpung, Jatinegara, Jakarta Timur.
Sesampainya di sebuah rumah kos yang tidak diketahui tempatnya, ketiga PSK itu kemudian membuka dua dus minuman berenergi. Tak hanya itu, mereka menyediakan berbagai makanan ringan. Sementara tiga pemuda lugu tersebut mengaku bingung karena tak memesan dan tak tahu harus berbuat apa. Selang setengah jam, mereka memutuskan untuk menolak tawaran dan pergi. Saat itulah permasalahan menjadi rumit.
"Satu cewek ngeluarin bon. Katanya kami harus bayar Rp 1.850.000. Ditulisnya ada biaya cewek yangnemenin. Kacang kecil aja harganya Rp 100.000, uang parkir Rp 50.000. Padahal, kami enggak ngapa-ngapain, parkir gimana, wong ke situ aja naik ojek," ujarnya.
Perdebatan pun terjadi antara pemuda dengan "wanita nakal" tersebut. Merasa tidak memesan ataupun mengonsumsi sejumlah hidangan yang disediakan, para pemuda enggan membayar jumlah yang diminta PSK. Terlebih, ketiganya tak memiliki uang sebesar itu.
Setelah menemui jalan buntu, pemuda itu pun beranjak pergi. Akibatnya, ketiga PSK itu memanggil pria bertato untuk memaksa tiga pemuda membayar pelayanan palsu tersebut. Melihat pria diduga preman yang membekingi para PSK tersebut, nyali ketiga pemuda itu pun menjadi ciut. Mereka hanya bisa pasrah saat pria tinggi, besar, dan memiliki tato di sepanjang lengan tersebut menggeledah isi kantongnya hingga habis. Dari ketiganya, preman itu berhasil menggasak uang sejumlah Rp 317.000 dan tiga ponsel. Preman tersebut berdalih, jika ketiganya tak bersedia membayar, harta itulah yang jadi jaminannya.
Tak terima atas perlakuan tidak menyenangkan tersebut, ketiga pemuda itu mengadu ke paman salah seorang pemuda itu. Sang paman yang tak terima, mengajak ketiga pemuda itu kembali ke lokalisasi itu untuk memancing si PSK atau si preman. Sayang, dari tiga PSK, mereka hanya berhasil menangkap dua orang. Semua yang terlibat pun digelandang ke Polsektro Jatinegara.
Ketiga pemuda itu mengaku tak menyangka atas permasalahan yang menimpa mereka di Ibu Kota. Kini, ketiganya tak memiliki uang sepeser pun. Alat komunikasi dengan orangtua di kampung juga tidak ada. Demikian juga cita-cita untuk bisa sukses bekerja di pabrik peleburan baja pun terancam sirna karena masuk ke jebakan PSK. Menurut mereka, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga untuk dapat menjaga diri saat bekerja di rantau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar