SINGAPURA, KOMPAS.com - Teknologi jaringan Long Term
Evolution atau LTE diklaim sebagai jaringan nirkabel dengan pertumbuhan
tercepat. Karena LTE mendapat banyak dukungan dari perusahaan penyedia
alat dan solusi telekomunikasi, operator seluler, serta pembuat
perangkat mobile.
Global mobile Suppliers Association (GSA) mendaulat LTE sebagai jaringan nirkabel dengan adopsi tercepat.
Hal
senada juga diungkapkan lembaga riset Strategy Analytics, yang
memprediksi ada 90 juta orang yang berlangganan LTE pada akhir tahun
ini, dan 1 miliar orang pada 2017.
LTE diusulkan sebagai standar
internasional oleh NTT DoCoMo dari Jepang pada 2004. Setelah melewati
penelitian dan pengembangan oleh berbagai pihak, LTE pertama kali
dikomersialkan untuk publik oleh operator seluler TeliaSonera di
Stockholm dan Oslo pada 14 Desember 2009.
Setelah itu, beberapa negara maju memutuskan akan mengadopsi LTE.
Strategic
Marketing Manager Ericsson, Warren Chaisatien mengatakan, operator
seluler Telstra dari Australia mendeklarasikan diri akan
menyelenggarakan LTE pada Maret 2010. Lalu pada September 2010, Telstra
mulai mengkomersialkan LTE di Australia.
"Penyelenggaraan LTE di
Australia tak hanya menguntungkan bagi industri telekomunikasi, tapi
juga seluruh industri yang butuh akses internet super cepat," kata
Warren yang berkantor di Australia.
Menurut data GSA yang dirilis
September 2012, saat ini ada 96 operator seluler di 46 negara yang
telah menawarkan jaringan LTE secara komersil. Di Asia Pasifik, ada 7
negara yang telah menyelenggarakan LTE, yakni Jepang, Korea Selatan,
Hong Kong, Singapura, Australia, Filipina, dan India.
Kemudian,
347 operator seluler di 104 negara telah berkomitmen dan mulai melakukan
investasi untuk infrastruktur LTE. Investasi ini bisa berupa uji coba
atau penelitian dan pengembangan teknologi LTE.
Di Indonesia, 3 operator seluler (Telkomsel, Indosat dan XL Axiata) telah melakukan uji coba LTE.
Kebutuhan menyelenggarakan jaringan LTE juga disebabkan oleh meningkatnya penetrasi penggunaan smartphone
dan tablet, yang makin sering dipakai untuk mengunduh aplikasi dan
konten. Sehingga, operator seluler merasa perlu menambah kapasitas dan
kecepatan akses data.
Di Singapura misalnya, penetrasi penggunaan smartphone mencapai
150% lebih. Sedangkan menurut data Ericsson ConsumerLab yang baru-baru
ini dirilis, Singapura menempati posisi pertama dalam hal kepemilikan smartphone (penetrasi 74%) dan posisi kedua pada kepemilikan tablet (31% penetrasi) secara global.
Chaisatien mengatakan, pertumbuhan adopsi LTE lebih cepat 2 sampai 3 tahun dibandingkan 3G.
Dukungan lain terhadap LTE juga datang dari produsen smartphone dan
tablet, yang mulai membuat produk dengan dukungan LTE. Hingga kini
tercatat ada belasan smartphone yang mendukung LTE, termasuk iPhone 5
besutan Apple.
Namun, hampir semua perangkat yang mendukung LTE
itu dibanderol dengan harga mahal, dan belum sepenuhnya mendukung
jaringan LTE di seluruh frekuensi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar