VIVAnews - Mengikuti perkembangan masyarakat super kaya
tak pernah ada habisnya. Tumpukan harta yang terus meningkat seringkali
menjadi inspirasi bagi masyarakat yang ingin meraih kesuksesan serupa.
Namun,
kehidupan mewah tak serta merta dinikmati kalangan superkaya ini setiap
saat. Ancaman berkurangnya kekayaan karena berbagai faktor senantiasa
menghantui kalangan masyarakat dengan kekayaan hingga miliaran bahkan
triliunan rupiah.
Ketakutan inilah yang kini sedang menghinggapi
masyarakat kelas atas di dunia, terutama Asia. Laporan terbaru dari
Wealth-X, perusahaan penasihat keuangan berbasis di 11 kota utama dunia,
menunjukan harta kekayaan orang super kaya dunia biasa disebut ultra high net worth (UNHW) dalam setahun terakhir mengalami penyusutan cukup dalam.
Definisi
kalangan super kaya yang dibuat Wealth-X adalah masyarakat dengan harta
kekayaan minimal senilai US$30 juta. Harta tersebut berasal dari
kepemilikan saham di perusahaan publik dan tertutup, investasi properti,
koleksi karya seni, pesawat, uang tunai, dan berbagai jenis aset
lainnya.
Laporan Wealth-X memperlihatkan, sepanjang 1 Agustus
2011 hingga 31 Juli 2012, jumlah orang super kaya di dunia mencapai
187.380 orang dengan total nilai kekayaan US$25,8 triliun. Harta
kekayaan kalangan jetset ini telah tergerus sebesar 1,8 persen
dibandingkan setahun sebelumnya.
Namun, jumlah orang kaya dunia justru mengalami kenaikan sebesar 0,6 persen dibandingkan tahun 2011 sebanyak 186.345 orang.
Kawasan
Amerika bagian utara masih menjadi penghasil orang super kaya dunia
dengan jumlah 65.295 orang dan total harta kekayaan senilai US$8,88
triliun. Mengekor di belakangnya, Eropa sebanyak 53.440 orang (US$6,95
triliun), dan Asia 42.895 orang (US$6,25 triliun).
Sayangnya,
dari sebaran kalangan masyarakat super kaya dunia tersebut, Chief
Executive Officer (CEO) Wealth-X, Mykolas Rambus mengatakan, populasi
masyarakat superkaya Asia justru menyusut paling banyak diantara kawasan
lain yaitu sebesar 2,1 persen.
Penurunan terbesar jumlah orang
kaya terjadi di tiga negara utama Asia yaitu China, Jepang, dan India
yang menguasai 75 persen populasi orang superkaya Asia.
Di
India, jumlah orang kaya turun terbanyak, tak hanya di Asia, tapi juga
dunia. Sebanyak 485 orang kaya terlempar dari daftar orang superkaya.
Sementara
itu, di Jepang yang merupakan rumah bagi 12.830 orang superkaya Asia,
mengalami penurunan harta kekayaan hingga US$195 miliar. Anjloknya bursa
saham kembali menjadi penyebab utama terkurasnya harta orang-orang kaya
tersebut.
Faktor lainnnya adalah melemahnya pasar properti dan
sektor manufaktur akibat bencana alam gempa bumi dan tsunami pada 2011.
"Untuk jangka panjang, Asia masih menjadi kawasan yang paling banyak
menciptakan orang kaya," kata Rambus. "Hal itu tak diragukan lagi."
Mengapa Terjadi
Rambus
mengakui, pertumbuhan ekonomi Asia relatif tak tersentuh dampak krisis
keuangan tahun 2008 yang menyebar ke berbagai belahan dunia. Sayangnya,
Asia harus menerima imbas tak langsung dari krisis yang bersumber di
Eropa dan Amerika Serikat tersebut.
Wealth-X menilai, faktor
negatif yang menggerus pertumbuhan ekonomi Asia justru berasal dari
faktor eksternal. Berkurangnya aktifitas ekspor akibat melemahnya daya
beli dari pasar negara-negara barat menjadi unsur utamanya.
Risiko
lain yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan ekonomi Asia, dan
berimbas pada kekayaan orang superkaya Asia, adalah arus masuk dan
keluar dana asing yang sangat rapuh disertai volatilitas harga
komoditas.
Tak hanya berhenti disitu. Pertumbuhan kredit yang
melemah akibat makin ketatnya sistem perbankan juga ikut menambah
berkurangnya peluang pertumbuhan kekayaan orang superkaya Asia.
Untuk
mengatasi hal itu, negara-negara Asia pada akhirnya harus bergantung
pada konsumsi domestik disamping pelonggaran kebijakan moneter.
Namun
dari berbagai faktor yang membuat perlambatan ekonomi Asia, ambruknya
kinerja sektor keuangan khususnya pasar modal adalah faktor terbesar
yang menyebabkan berkurangnya harta kekayaan miliarder Asia.
Faktor
dominan ini terlihat di bursa efek Jepang, Shanghai (China), dan India.
Kondisi makin diperparah dengan melemahnya nilai tukar mata uang ketiga
negara tersebut.
Indonesia Beruntung?
Di
tengah berkurangnya jumlah populasi kalangan superkaya Asia, Indonesia
justru mengalami kondisi berbeda. Selama setahun terakhir, jumlah orang
kaya dengan nilai kekayaan lebih dari US$30 juta di tanah air, justru
meningkat 4,7 persen menjadi 785 orang.
Wealth-X mencatat jumlah
miliarder dengan rata-rata kekayaan minimal US$2 miliar kini sebanyak 25
orang. Sementara kalangan superkaya Indonesia berjumlah 380 orang
dengan total kekayaaan mencapai US$120 miliar.
Peningkatan
populasi tersebut diikuti bertambahnya harta kekayaan orang-orang kaya
Indonesia. Hingga 31 Juli 2012, nilai kekayaan para miliarder nasional
mencapai US$120 miliar. Jumlah itu naik 41,2 persen dibandingkan posisi
31 Agustus 2011 sebesar US$85 miliar.
Wealth-X menilai
pertambahan jumlah orang superkaya Indonesia disebabkan pemodal asing
yang mulai melirik sektor bisnis di tanah air. Belum maksimalnya
pengolahan sumber daya alam, booming konsumsi domestik, dan iklim
investasi yang bersahabat menjadi faktor pendorongnya.
"Namun
kebijakan proteksionisme yang bertujuan meningkatkan pendapatan,
mendorong investasi sekaligus melindungi pengusaha lokal, telah membuat
pemodal asing sedikit khawatir," kata Rambus.
Dia menambahkan,
demografis Indonesia yang didominasi masyarakat berusia dibawah 30
tahun, juga menjadi daya tarik bagi pertumbuhan konsumsi domestik. Belum
lagi, kinerja bursa saham Indonesia yang tercatat terus mengalami
kenaikan bahkan mencetak rekor tertinggi pada awal April lalu.
Menanggapi
pertumbuhan populasi kalangan superkaya Indonesia, Direktur Utama PT
Danareksa Investment Managemeny, Zulfa Hendri tak memungkiri hal
tersebut. "Saya melihat di Indonesia, untuk investasi di pasar modal
sangat bagus," katanya kepada VIVAnews.
Zulfa
menjelaskan, berkurangnya jumlah kalangan superkaya di Asia dan sebagian
kawasan di dunia, merupakan hal yang bisa dipahami. Para investor
kemungkinan tengah menyisihkan sebagian dananya untuk menutupi dampak
dari krisis keuangan yang melanda negaranya.
Kondisi
bertolakbelakang justru terjadi di Indonesia. Pertumbuhan konsumsi
domestik yang cukup tinggi membuat perekonomian nasional masih mengalami
kenaikan signifikan.
Selama ini, lanjut Zulfa, kalangan
superkaya Indonesia memang masih banyak menginvestasikan dananya di
sektor properti. Hal itu tak terlepas dari kenaikan harga properti yang
meningkat cukup tinggi selama beberapa tahun terakhir.
Apalagi kesempatan mereka untuk berinvestasi di sektor properti cukup terbuka.
"Dengan
kondisi dunia yang sedang negatif, Indonesia mempunyai sistem
perekonomian yang lebih baik. Jadi kalau dikatakan beruntung, itu
persepsi dari masing-masing pihak," ujar Zulfa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar