JAKARTA, KOMPAS.com - Bentara Budaya, lembaga kebudayaan milik Kompas Gramedia genap berusia 30 tahun pada Rabu 26 September 2012.
Dalam
acara ulang tahun ke-30 Bentara Budaya Rabu malam, Kompas Gramedia
memberi “Bentara Budaya Award”, penghargaan kepada seniman, penggerak
kesenian dan kegiatan budaya di pelosok Tanah Air, yang selama ini
bekerja keras namun kurang mendapat perhatian dan jauh dari publikasi.
Direktur
Eksekutif Bentara Budaya Hariadi Saptono mengatakan, selain pameran
seni rupa bertema Slenco yang diikuti 80 seniman perupa dari seluruh
Indonesia, diadakan juga saresehan dan diskusi seni, pementansan
ketoprak Tjap Tjonthong, dan penganugerahan Bentara Budaya Award.
“Sesuai
namanya, Bentara Budaya berarti “utusan budaya”. Ini menyiratkan bahwa
Harian Kompas berpihak pada kesenian dan kebudayaan yang kurang
mendapat perhatian dan terpinggirkan di seluruh Nusantara, termasuk para
seniman pelakunya yang kurang dikenal. Di sisi lain, Bentara Budaya
memberikan penghargaan yang sama terhadap seni kontemporer. Dua mata
pisau ini terbingkai dalam kesadaran untuk menghadirkan sosok kebudayaan
Indonesia, yaitu menjadi Indonesia,” demikian Hariadi.
Hariadi
Saptono menjelaskan, tema besar peringatan HUT ke-30 Bentara Budaya
yaitu Slenco, yang artinya salah sambung, salah mengerti. Tema ini
dipilih dalam konteks melihat Indonesia dari sisi hati nurani masyarakat
luas. Masyarakat melihat pemerintah terus-menerus gagal menangani
berbagai persoalan bangsa, apalagi narasi keindonesiaan, karena gagal
berkomunikasi dengan masyarakat. Akibatnya pemerintah tidak menghasilkan
apa-apa. Rakyat makin menderita karena harus mengurus diri sendiri.
“Dalam
kurun waktu 30 tahun, begitu banyak pameran, pertunjukan, dan diskusi
tentang kesenian dan kebudayaan dengan materi dari berbagai penjuru
Indonesia. Di luar itu, pegaulan kebudayaan dengan sejumlah negara asing
melalui berbagai perwakilannya di Indonesia juga dilakukan oleh Bentara
Budaya,” kata Hariadi.
Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob
Oetama tampak menikmati pertunjukan ketoprak yang mewarnai acara HUT
Bentara Budaya. Jakob tersenyum ketika melihat para seniman mengenakan
topeng wajahnya. Romo Sindhunata SJ termasuk dalam bagian pertunjukan
yang menghibur itu.
Jakob Oetama mendapat kado dari seniman
berupa patung diri Jakob Oetama bersama sepeda. Patung sepeda Jakob
Oetama ini, menurut Romo Sindhunata, menggambarkan bahwa Jakob Oetama
membangun Kompas dari nol dan melalui perjuangan berat.
Alat
transportasi Jakob Oetama ketika mendirikan Harian Kompas tahun 1965
bersama PK Ojong adalah sepeda. Dengan sepeda, Jakob Oetama sering
mengantarkan sendiri suratkabar Kompas kepada para pelanggannya. "Patung
sepeda ini untuk mengingatkan kepada generasi muda bahwa Kompas menjadi
besar seperti sekarang bukan tiba-tiba, akan tetapi melalui perjuangan
berat dan kerja keras," demikian Sindhunata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar