Jakarta, detik.com Rasa jijik adalah mekanisme alami untuk
mendorong manusia menjauhi segala hal yang bisa membuatnya muak, mual
dan bahkan kemudian muntah. Namun mekanisme ini bisa hilang saat
seseorang sedang birahi atau terangsang secara seksual.
Hubungan
seks sendiri sebenarnya melibatkan banyak aktivitas yang tidak nyaman,
setidaknya kalau dilihat dalam kondisi normal. Pertukaran cairan tubuh
dengan baunya yang amis, juga bau keringat yang belum tentu wangi akan
sangat menjijikkan kalau muncul saat tidak sedang birahi.
Para ahli psikologi dari University of Groningen
mengungkap, hubungan seks jadi tidak menjijikkan kalau dilakukan dalam
kondisi terangsang secara seksual. Hilangnya kepekaan terhadap rasa
jijik juga terjadi pada hal-hal menjijikkan yang lain, termasuk dalam
kaitannya dengan makanan.
Dalam sebuah eksperimen, para ahli
psikologi di bawah pimpinan Charmaine Borg melakukan pengamatan terhadap
90 orang dewasa heteroseksual. Para partisipan diminta melakukan 16
jenis aktivitas yang dianggap menjijikkan dan kira-kira bisa membuat
orang ingin muntah.
Ada yang disuruh minum jus dari gelas dengan
serangga besar di dalamnya, ada juga partisipan perempuan yang disuruh
mencelupkan jarinya ke sebuah kondom bekas. Partisipan tidak diberi tahu
bahwa serangga itu sebenarnya terbuat dari plastik dan kondom bekas
yang dipakai sebenarnya kondom baru yang ditetesi tinta kuning.
Para
partisipan lalu dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama disuruh
menonton film erotis, kelompok kedua menonton pertandingan olahraga yang
memacu adrenalin dan kelompok ketiga menonton tayangan yang sangat
membosankan yakni laporan perjalanan naik kereta api.
Hasil
pengamatan menunjukkan, partisipan yang menonton film erotis lebih
lancar tahan melakukan tugas-tugas yang diberikan tanpa banyak keluhan.
Sebagai pembanding, partisipan di kelompok yang lain cenderung lebih
canggung karena merasa jijik.
"Dari sudut pandang klinis, temuan
ini menjelaskan berbagai masalah terkait rangsang seksual dan gangguan
nyeri saat terangsang. Contohnya vaginismus dan dyspareunia," terang
Charmaine Borg yang memimpin penelitian ini seperti dikutip dari Livescience, Kamis (13/9/2012).
Diyakini
pada penderita vaginismus atau selalu kesakitan saat bercinta, rangsang
seksual dari pasangannya tidak cukup mempengaruhi rasa jijik. Kondisi
ini kemudian menghambat pelepasan lendir-lendir yang berfungsi sebagai
pelumas, sehingga hubungan seks akan terasa menyakitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar