Sabtu, 03 November 2012

Bangun MRT, Pemprov DKI Tak Takut Kolaps

VIVAnews - Dilema Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melanjutkan proyek pembangunan transportasi berbasis rel, Mass Rapid Transit, mendapat sedikit pencerahan. Siang ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama beserta jajaran deputi gubernur dan pimpinan SKPD, menerima kedatangan pejabat Land Transport Authority (LTA) Singapura.

Pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut membahas sistem transportasi massal Singapura yang terintegrasi, khususnya terkait pembangunan sistem MRT yang telah ada sejak tahun 1987. Pengalaman ini dibagikan untuk kemudian dapat diadopsi Jakarta.

Deputi Gubernur DKI Bidang Transportasi, Soetanto Soehodo, mengatakan sesungguhnya Pemprov DKI tak perlu khawatir akan masalah kerugian atas proyek moda transportasi massal ini. Karena, pembangunan MRT Jakarta menggunakan sistem government project atau proyek yang dikerjakan pemerintah.

"Saya kira keputusan pemerintah mengambil alih ini sebagai government project, kalau swasta mungkin kolaps. Karena kalau swasta berpikirnya kalau 3-5 tahun tidak untung saya tidak mau investasi. Tapi ini kan pemerintah. Sudah berpikir panjang," kata Soetanto usai melakukan pertemuan di ruang rapat wagub DKI, di kantor Balaikota DKI Jakarta, Sabtu, 3 November 2012.

Terkait kekhawatiran Gubernur DKI, Joko Widodo, atas mahalnya harga proyek ini, Soetanto mengatakan sikap seperti itu wajar saja dan memang harus dipandang kritis.

"Karena kereta ini tidak hanya dibangun tapi juga substain (berkelanjutan). Untuk itu pasti orang bertanya kalau keretanya tidak laku bagaimana, itu saya mau jawab. Ini government project, bahwa pemerintah tentunya membangun ini dengan investasi," ungkapnya.

Ia menjelaskan skema pendanaan MRT Jakarta sebagian menggunakan pinjaman dari pemerintah pusat dan sebagian lagi menggunakan dana hibah. Sehingga ada uang yang dapat diinvestasikan pemerintah melalui transportasi MRT.

"Keuntungannya nggak langsung, bukan dari karcis atau apapun yang kita dapat dr sistem tadi, tapi ada keuntungan tidak langsung. Misalnya, kalau MRT dibangun kemudian banyak orang pindah dari kendaraan pribadi banyak gunakan MRT tentunya kita tahu subsidi bahan bakar mungkin bisa dikurangi pemerintah. Berarti ada keuntungan di situ," terangnya.

Selain itu, lanjutnya, dari segi aspek lingkungan, tentu udara menjadi lebih bersih. Sebab, tak banyak lagi emisi gas terbuang karena kendaraan pribadi yang jumlahnya sudah mencapai lebih dari 11 juta.

"Jadi itu yang harus diperhitungkan. Jadi bahwa kereta nanti tidak penuh, tidak bisa diukur dengan coorporate level, tapi ini government. Makanya ada subsidi di situ."

"Diperhitungan awal sudah dihitung bahwa di MRT kita akan terjadi 40 tahun waktu pengembalian hutang pinjaman dengan 10 tahun cash period. Jadi jelas dalam hitungan itu sudah pasti termasuk bagaimana tadi keretanya kosong atau penuh," paparnya.

Seperti diketahui, MRT Jakarta yang berbasis rel akan membentang kurang lebih sekitar 110,8 kilometer, terdiri dari Koridor Selatan – Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang sekitar 23,8 kilometer dan Koridor Timur – Barat sepanjang sekitar 87 kilometer.

Pembangunan Koridor Selatan-Utara dari Lebak Bulus – Kampung Bandan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap I menghubungkan Lebak Bulus - Bundaran HI sepanjang 15,7 kilometer dengan 13 stasiun (7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah) ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.

Sedangkan Tahap II akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI-Kampung Bandan sepanjang 8,1 Kilometer yang ditargetkan beroperasi 2018. Untuk tahap ini studi kelayakannya sudah selesai. Sedangkan Koridor Barat-Timur saat ini sedang dikerjakan studi kelayakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar