Minggu, 04 November 2012

Harga MRT di Singapura Lebih Mahal


JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Transportasi Soetanto Soehodo mengaku tidak setuju dengan anggapan bahwa mega proyek pembangunan moda transportasi massal berbasis rel Mass Rapid Transportation (MRT) sangat mahal dan tidak efisien.

Pasalnya, proyek ini memiliki skema dana yang berbeda dengan yang ada di Singapura. Soetanto mengatakan, MRT Singapura dioperasikan menggunakan skema government project tanpa dana pinjaman atau hibah.

"Agak berbeda dengan kita, pembangunan MRT di Singapura menggunakan uang mereka sendiri, jadi mereka bisa menentukan kontraktor, speknya, teknologi kereta, signaling. Semua diambil dari negara berbeda, dari China, Inggris, dan lainnya," Soetanto memaparkan seusai pertemuan di ruang rapat Wakil Gubernur DKI di Balaikota DKI Jakarta, Sabtu (3/11/12).

Lebih jauh Soetanto menjelaskan, kesulitan yang terjadi dalam sistem multi produk seperti ini adalah keharusan untuk mengintegrasikan sistem yang berbeda-beda. "Repot, tapi MRT Singapura bisa melakukan sistem itu," tukasnya.

Jika harga pembangunan MRT Jakarta saat ini diperdebatkan karena angka yang mencapai Rp 1 triliun per kilometernya, Soetanto mengatakan bahwa di Singapura harganya justru lebih mahal dan berkisar hingga dua hingga tiga kali lipat harga per kilometer pembangunan di Jakarta.

"Tapi kita harus cukup critical karena mahal murah itu kan dilihat dari banyak aspek seperti kesulitan pembangunan dan teknologinya. Teknologi kita belum tentu sama dengan Singapura," imbuh Soetanto.

Soetanto juga menambahkan bahwa teknologi yang digunakan MRT Singapura saat ini sudah sangat canggih, sebab negara tersebut sudah mengoperasikan selama lebih dari 20 tahun.

"Yang pernah ke Singapura mungkin pernah lihat keretanya mereka tidak ada supirnya. Kereta yang seperti itu sistem signaling-nya mesti sempurna dan akurat. Sementara kalau kita ada driver-nya, karena teknologinya beda. Itu yang menyebabkan harga di Singapura jauh lebih mahal," paparnya.

MRT Jakarta yang berbasis rel direncanakan membentang kurang lebih sekitar 110,8 kilometer dan terdiri dari Koridor Selatan-Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23,8 kilometer. Sementara Koridor Timur - Barat akan membentang sekitar 87 kilometer.

Pembangunan Koridor Selatan-Utara dari Lebak Bulus-Kampung Bandan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama menghubungkan Lebak Bulus-Bundaran HI sepanjang 15, 7 kilometer dengan 13 stasiun (tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah) dan ditargetkan mulai beroperasi pada akhir 2016.

Sedangkan tahap kedua akan melanjutkan jalur Selatan-Utara dari Bundaran HI-Kampung Bandan sepanjang 8,1 Kilometer yang ditargetkan beroperasi 2018. Studi kelayakan tahap kedua sudah selesai, sementara studi kelayakan terhadap Koridor Barat-Timur saat ini masih dikerjakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar