Kamis, 27 September 2012

Bentara Budaya Genap Berusia 30 Tahun

JAKARTA, KOMPAS.com - Bentara Budaya, lembaga kebudayaan milik Kompas Gramedia genap berusia 30 tahun pada Rabu 26 September 2012.

Dalam acara ulang tahun ke-30 Bentara Budaya Rabu malam, Kompas Gramedia memberi “Bentara Budaya Award”, penghargaan kepada seniman, penggerak kesenian dan kegiatan budaya di pelosok Tanah Air, yang selama ini bekerja keras namun kurang mendapat perhatian dan jauh dari publikasi.

Direktur Eksekutif Bentara Budaya Hariadi Saptono mengatakan, selain pameran seni rupa bertema Slenco yang diikuti 80 seniman perupa dari seluruh Indonesia, diadakan juga saresehan dan diskusi seni, pementansan ketoprak Tjap Tjonthong, dan penganugerahan Bentara Budaya Award.

“Sesuai namanya, Bentara Budaya berarti “utusan budaya”. Ini menyiratkan bahwa Harian Kompas berpihak pada kesenian dan kebudayaan yang kurang mendapat perhatian dan terpinggirkan di seluruh Nusantara, termasuk para seniman pelakunya yang kurang dikenal. Di sisi lain, Bentara Budaya memberikan penghargaan yang sama terhadap seni kontemporer. Dua mata pisau ini terbingkai dalam kesadaran untuk menghadirkan sosok kebudayaan Indonesia, yaitu menjadi Indonesia,” demikian Hariadi.

Hariadi Saptono menjelaskan, tema besar peringatan HUT ke-30 Bentara Budaya yaitu Slenco, yang artinya salah sambung, salah mengerti. Tema ini dipilih dalam konteks melihat Indonesia dari sisi hati nurani masyarakat luas. Masyarakat melihat pemerintah terus-menerus gagal menangani berbagai persoalan bangsa, apalagi narasi keindonesiaan, karena gagal berkomunikasi dengan masyarakat. Akibatnya pemerintah tidak menghasilkan apa-apa. Rakyat makin menderita karena harus mengurus diri sendiri.

“Dalam kurun waktu 30 tahun, begitu banyak pameran, pertunjukan, dan diskusi tentang kesenian dan kebudayaan dengan materi dari berbagai penjuru Indonesia. Di luar itu, pegaulan kebudayaan dengan sejumlah negara asing melalui berbagai perwakilannya di Indonesia juga dilakukan oleh Bentara Budaya,” kata Hariadi.

Presiden Komisaris Kompas Gramedia Jakob Oetama tampak menikmati pertunjukan ketoprak yang mewarnai acara HUT Bentara Budaya. Jakob tersenyum ketika melihat para seniman mengenakan topeng wajahnya. Romo Sindhunata SJ termasuk dalam bagian pertunjukan yang menghibur itu.

Jakob Oetama mendapat kado dari seniman berupa patung diri Jakob Oetama bersama sepeda. Patung sepeda Jakob Oetama ini, menurut Romo Sindhunata, menggambarkan bahwa Jakob Oetama membangun Kompas dari nol dan melalui perjuangan berat.

Alat transportasi Jakob Oetama ketika mendirikan Harian Kompas tahun 1965 bersama PK Ojong adalah sepeda. Dengan sepeda, Jakob Oetama sering mengantarkan sendiri suratkabar Kompas kepada para pelanggannya. "Patung sepeda ini untuk mengingatkan kepada generasi muda bahwa Kompas menjadi besar seperti sekarang bukan tiba-tiba, akan tetapi melalui perjuangan berat dan kerja keras," demikian Sindhunata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar