VIVAnews -
Layanan perbankan elektronik, seperti pembayaran menggunakan kartu,
ternyata belum sepenuhnya aman. Bank Indonesia mencatat bahwa belakangan
ini kejahatan yang menumpang layanan seperti itu masih sering terjadi
dengan kerugian miliaran rupiah. Hal itu disampaikan petinggi Bank
Indonesia Senin,1 Oktober 2012
Kemajuan teknologi memang berdampak positif terhadap kemudahan dan kecepatan transaksi perbankan. Melalui teknologi, nasabah dapat bertransaksi perbankan di mana dan kapan saja.
Mereka bisa menggunakan fasilitas internet (e-banking), telepon seluler (m-banking), telepon (phone banking), atau pun pesan singkat (sms-banking). Namun, semua layanan itu masih saja disalahgunakan. Itu sebabnya Bank Indonesia meminta nasabah berhati-hati.
Data Bank Indonesia menunjukkan, tingkat kejahatan perbankan (fraud) cukup tinggi. Pada Mei 2012, tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar. Jenis fraud paling banyak adalah pencurian identitas dan Card Not Present (tanpa menggunakan kartu). "Masing-masing tercatat sebanyak 402 kasus dan 458 kasus, dengan nilai kerugian Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami 18 penerbit," kata Deputi Gubernur BI, Ronald Waas.
Untuk mencegah fraud itu, otoritas perbankan sendiri telah mewajibkan penerbit kartu kredit menggunakan teknologi chip sejak 2010. Ketentuan serupa berlaku bagi kartu debit atau anjungan tunai mandiri (ATM) selambatnya pada 2015.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia, sejak 1 Januari 2010, semua kartu kredit yang diterbitkan oleh penerbit dan digunakan untuk bertransaksi di Indonesia harus menggunakan chip. Tidak boleh lagi diproses berdasarkan magnetic stripe.
BI juga telah mengatur larangan terhadap prosedur fallback, yaitu apabila transaksi dengan menggunakan kartu chip tidak dapat diproses, transaksi tersebut dilarang dilanjutkan dengan menggunakan media magnetic stripe dan mekanisme swipe atau gesek. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya fraud.
Magnetic stripe masih dapat digunakan apabila kartu kredit yang diterbitkan penerbit di Indonesia tersebut digunakan di negara lain yang belum mengimplementasikan teknologi chip. Sementara itu, untuk kartu kredit yang diterbitkan penerbit di luar negeri yang masih menggunakan magnetic stripe, masih dapat diproses di Indonesia.
Namun, konsekuensinya, apabila terjadi fraud atas kartu kredit tersebut, penerbit di luar negeri yang belum mengimplementasikan chip, wajib bertanggung jawab atas kerugian akibat fraud tersebut.
Modus Kejahatan
Tindak kejahatan perbankan memang masih cukup tinggi di Indonesia. Namun, dibandingkan negara lain di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat rendah.
Berdasarkan data Master Card, peringkat fraud Indonesia kedua terendah di Asia Pasifik. Sementara itu, berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia di posisi ketiga terendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.
"Namun, peringkat ini jauh di bawah Singapura dan Malaysia," ujar Ronald. Perhitungan ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dibagi total nilai transaksi dalam periode perhitungan.
Untuk itu, guna menghindari tindak kejahatan perbankan tersebut, Bank Indonesia memberikan gambaran mengenai sejumlah modus kejahatan perbankan yang perlu diwaspadai, berikut cara pencegahannya.
1. Penipuan lewat telepon
Dilakukan oleh pelaku kejahatan dengan menelepon Anda dan mengabarkan Anda mendapat hadiah, keluarga mengalami musibah atau menyatakan minat atas barang yang Anda iklankan. Berdasarkan hal tersebut si penelepon akan ”memandu” untuk menuju ATM dan menuntun Anda mengikuti instruksi penelepon.
Cara menghindarinya:
Cek dulu identitas penelepon. Segera tutup telepon dan lakukan pengecekan atas informasi yang Anda terima. Pada umumnya perusahaan penyelenggara undian tidak meminta pemenang untuk mentransfer sejumlah dana kepada perusahaan penyelenggara.
Modus lain jika menerima telepon yang mengabarkan bahwa keluarga Anda mengalami musibah, jangan panik dan mengikutiperintah penelepon. Tanyakan identitas penelepon dan lakukan pengecekan.
2. Penipuan lewat email
Ada kalanya Anda menerima email yang seolah-olah berasal dari bank dan kelihatannya asli. Dalam modus ini, pelaku kejahatan meminta Anda memasukkan nomor rekening dan PIN.
Cara lainnya adalah membuat website alamat bank Anda yang seolah-olah asli tetapi sebenarnya palsu. Anda akan diminta untuk memasukkan nomor rekening dan PIN Anda dalam website ini dengan ”alasan” untuk pengkinian data pribadi.
Cara menghindarinya:
Jangan pernah membalas email yang meminta Anda memasukkan nomor rekening (atau user-id) dan PIN. Tidak mungkin bank Anda meminta data pribadi melalui email, karena bank sudah memiliki informasi tersebut. Jika Anda masuk ke website bank untuk melakukan transaksi, pastikan alamat website Anda sudah benar dan Anda memiliki prosedur keamanan tambahan seperti token, di samping user-id dan password.
3. Penipuan melalui penawaran investasi dengan bunga tinggi.
Dalam modus ini, suatu perusahaan menawarkan investasi dengan janji akan memberikan imbal hasil yang sangat tinggi. Berhati-hatilah dengan penawaran seperti ini, karena terdapat sejumlah penawaran yang terbukti tidak dapat memenuhi imbal hasil sebagaimana dijanjikan.
Cara menghindarinya:
Tanyakan pada diri Anda apakah wajar imbalan bunga yang sangat tinggi atas investasi itu. Lakukan pengecekan terlebih dulu atas kredibilitas perusahaan yang menawarkan investasi. Yakinkan Anda terlindungi dari sisi hukum sebelum memutuskan untuk melakukan suatu investasi.
4. Penipuan dengan menggunakan kartu kredit di internet
Sekarang ini semakin banyak toko atau merchant yang menawarkan produk dan jasa melalui telepon ataupun internet, dengan kemudahan pembayaran menggunakan kartu kredit. Anda hanya diminta untuk menyebutkan nomor kartu kredit, masa berlaku (expiry date), dan tiga digit kode rahasia yang tertera di bagian belakang kartu kredit, lalu transaksi pun terlaksana.
Cara menghindarinya:
Pastikan Anda mengerti tentang produk dan jasa yang ditawarkan dari toko atau merchant tersebut, serta memahami tentang syarat dan ketentuan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Jangan berikan nomor kartu kredit, masa berlaku dan tiga digit kode rahasia yang terletak di bagian belakang kartu kredit Anda, kepada siapa pun sebelum Anda menyetujui manfaat produk dan jasa yang ditawarkan.
5. Pemalsuan nomor call center
Dalam modus ini, pelaku kejahatan membuat seolah-olah mesin ATM bank Anda rusak dan kartu tertelan. Karena panik, Anda tanpa sadar akan menghubungi nomor call center ”palsu” yang ada di sekitar mesin ATM. Kemudian Anda akan diminta penerima telepon untuk menyebutkan nomor PIN dan dijanjikan bahwa kartu ATM pengganti akan segera dikirimkan. Dengan berbekal PIN dan kartu Anda, pelaku kejahatan akan mengambil uang Anda.
Cara menghindarinya:
Catat nomor telepon 24 jam dari bank di mana Anda menjadi nasabah. Jika Anda menghubungi nomor tersebut, pada umumnya akan dijawab oleh mesin penjawab otomatis dan diminta untuk memasukkan pilihan jasa tertentu.
Anda dapat memilih menu yang langsung terhubung dengan bagian pelayanan nasabah. Jangan pernah memberikan nomor PIN, karena bank tidak akan pernah meminta nomor PIN nasabahnya.
Antisipasi Perbankan
Meski data BI menunjukkan tingkat kejahatan perbankan masih cukup tinggi, pelaku di industri itu mengklaim angka kejahatan menggunakan kartu kredit mulai menurun.
Senior General Manager Kartu Kredit PT Bank Central Asia Tbk, Santoso, mengatakan, kasus kejahatan dengan menggunakan kartu kredit kini sudah mulai berkurang. Terutama sejak kartu kredit menggunakan teknologi chip.
"Kami sendiri sudah menerapkan ini sejak empat tahun lalu," kata Santoso kepada VIVAnews, Senin 1 Oktober 2012.
Selain itu, dia melanjutkan, kasus pencurian informasi data nasabah melalui internet untuk transaksi juga sudah diantisipasi. "Tahun lalu, ini juga sudah kami lakukan," ujarnya.
Santoso menjelaskan, kasus kejahatan dengan menggunakan kartu bisa saja terjadi jika kartu dicuri atau tertinggal di merchant. Dalam kasus ini, nasabah lupa memblokir, sehingga muncul tagihan atau dana terkuras.
Untuk itu, pihak perbankan sudah semakin aktif mengedukasi nasabah mengenai keamanan penggunaan kartu sebagai alat bertransaksi. Nasabah diingatkan bahwa kartu ibaratnya adalah juga uang. "Setiap kali berpindah tangan, potensi disalahgunakan bisa saja," tuturnya.
Keluhan yang sering terjadi di luar negeri, menurut dia, adalah nasabah mendapat tagihan untuk membayar beberapa kali lipat. Padahal, transaksi yang dilakukan tidak sebesar tagihan yang harus dibayar.
Kemajuan teknologi memang berdampak positif terhadap kemudahan dan kecepatan transaksi perbankan. Melalui teknologi, nasabah dapat bertransaksi perbankan di mana dan kapan saja.
Mereka bisa menggunakan fasilitas internet (e-banking), telepon seluler (m-banking), telepon (phone banking), atau pun pesan singkat (sms-banking). Namun, semua layanan itu masih saja disalahgunakan. Itu sebabnya Bank Indonesia meminta nasabah berhati-hati.
Data Bank Indonesia menunjukkan, tingkat kejahatan perbankan (fraud) cukup tinggi. Pada Mei 2012, tercatat 1.009 kasus fraud yang dilaporkan dengan nilai kerugian mencapai Rp2,37 miliar. Jenis fraud paling banyak adalah pencurian identitas dan Card Not Present (tanpa menggunakan kartu). "Masing-masing tercatat sebanyak 402 kasus dan 458 kasus, dengan nilai kerugian Rp1,14 miliar dan Rp545 juta yang dialami 18 penerbit," kata Deputi Gubernur BI, Ronald Waas.
Untuk mencegah fraud itu, otoritas perbankan sendiri telah mewajibkan penerbit kartu kredit menggunakan teknologi chip sejak 2010. Ketentuan serupa berlaku bagi kartu debit atau anjungan tunai mandiri (ATM) selambatnya pada 2015.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia, sejak 1 Januari 2010, semua kartu kredit yang diterbitkan oleh penerbit dan digunakan untuk bertransaksi di Indonesia harus menggunakan chip. Tidak boleh lagi diproses berdasarkan magnetic stripe.
BI juga telah mengatur larangan terhadap prosedur fallback, yaitu apabila transaksi dengan menggunakan kartu chip tidak dapat diproses, transaksi tersebut dilarang dilanjutkan dengan menggunakan media magnetic stripe dan mekanisme swipe atau gesek. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya fraud.
Magnetic stripe masih dapat digunakan apabila kartu kredit yang diterbitkan penerbit di Indonesia tersebut digunakan di negara lain yang belum mengimplementasikan teknologi chip. Sementara itu, untuk kartu kredit yang diterbitkan penerbit di luar negeri yang masih menggunakan magnetic stripe, masih dapat diproses di Indonesia.
Namun, konsekuensinya, apabila terjadi fraud atas kartu kredit tersebut, penerbit di luar negeri yang belum mengimplementasikan chip, wajib bertanggung jawab atas kerugian akibat fraud tersebut.
Modus Kejahatan
Tindak kejahatan perbankan memang masih cukup tinggi di Indonesia. Namun, dibandingkan negara lain di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat rendah.
Berdasarkan data Master Card, peringkat fraud Indonesia kedua terendah di Asia Pasifik. Sementara itu, berdasarkan data Visa, peringkat fraud Indonesia di posisi ketiga terendah dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.
"Namun, peringkat ini jauh di bawah Singapura dan Malaysia," ujar Ronald. Perhitungan ini diperoleh berdasarkan nilai fraud dibagi total nilai transaksi dalam periode perhitungan.
Untuk itu, guna menghindari tindak kejahatan perbankan tersebut, Bank Indonesia memberikan gambaran mengenai sejumlah modus kejahatan perbankan yang perlu diwaspadai, berikut cara pencegahannya.
1. Penipuan lewat telepon
Dilakukan oleh pelaku kejahatan dengan menelepon Anda dan mengabarkan Anda mendapat hadiah, keluarga mengalami musibah atau menyatakan minat atas barang yang Anda iklankan. Berdasarkan hal tersebut si penelepon akan ”memandu” untuk menuju ATM dan menuntun Anda mengikuti instruksi penelepon.
Cara menghindarinya:
Cek dulu identitas penelepon. Segera tutup telepon dan lakukan pengecekan atas informasi yang Anda terima. Pada umumnya perusahaan penyelenggara undian tidak meminta pemenang untuk mentransfer sejumlah dana kepada perusahaan penyelenggara.
Modus lain jika menerima telepon yang mengabarkan bahwa keluarga Anda mengalami musibah, jangan panik dan mengikutiperintah penelepon. Tanyakan identitas penelepon dan lakukan pengecekan.
2. Penipuan lewat email
Ada kalanya Anda menerima email yang seolah-olah berasal dari bank dan kelihatannya asli. Dalam modus ini, pelaku kejahatan meminta Anda memasukkan nomor rekening dan PIN.
Cara lainnya adalah membuat website alamat bank Anda yang seolah-olah asli tetapi sebenarnya palsu. Anda akan diminta untuk memasukkan nomor rekening dan PIN Anda dalam website ini dengan ”alasan” untuk pengkinian data pribadi.
Cara menghindarinya:
Jangan pernah membalas email yang meminta Anda memasukkan nomor rekening (atau user-id) dan PIN. Tidak mungkin bank Anda meminta data pribadi melalui email, karena bank sudah memiliki informasi tersebut. Jika Anda masuk ke website bank untuk melakukan transaksi, pastikan alamat website Anda sudah benar dan Anda memiliki prosedur keamanan tambahan seperti token, di samping user-id dan password.
3. Penipuan melalui penawaran investasi dengan bunga tinggi.
Dalam modus ini, suatu perusahaan menawarkan investasi dengan janji akan memberikan imbal hasil yang sangat tinggi. Berhati-hatilah dengan penawaran seperti ini, karena terdapat sejumlah penawaran yang terbukti tidak dapat memenuhi imbal hasil sebagaimana dijanjikan.
Cara menghindarinya:
Tanyakan pada diri Anda apakah wajar imbalan bunga yang sangat tinggi atas investasi itu. Lakukan pengecekan terlebih dulu atas kredibilitas perusahaan yang menawarkan investasi. Yakinkan Anda terlindungi dari sisi hukum sebelum memutuskan untuk melakukan suatu investasi.
4. Penipuan dengan menggunakan kartu kredit di internet
Sekarang ini semakin banyak toko atau merchant yang menawarkan produk dan jasa melalui telepon ataupun internet, dengan kemudahan pembayaran menggunakan kartu kredit. Anda hanya diminta untuk menyebutkan nomor kartu kredit, masa berlaku (expiry date), dan tiga digit kode rahasia yang tertera di bagian belakang kartu kredit, lalu transaksi pun terlaksana.
Cara menghindarinya:
Pastikan Anda mengerti tentang produk dan jasa yang ditawarkan dari toko atau merchant tersebut, serta memahami tentang syarat dan ketentuan dari barang atau jasa yang ditawarkan. Jangan berikan nomor kartu kredit, masa berlaku dan tiga digit kode rahasia yang terletak di bagian belakang kartu kredit Anda, kepada siapa pun sebelum Anda menyetujui manfaat produk dan jasa yang ditawarkan.
5. Pemalsuan nomor call center
Dalam modus ini, pelaku kejahatan membuat seolah-olah mesin ATM bank Anda rusak dan kartu tertelan. Karena panik, Anda tanpa sadar akan menghubungi nomor call center ”palsu” yang ada di sekitar mesin ATM. Kemudian Anda akan diminta penerima telepon untuk menyebutkan nomor PIN dan dijanjikan bahwa kartu ATM pengganti akan segera dikirimkan. Dengan berbekal PIN dan kartu Anda, pelaku kejahatan akan mengambil uang Anda.
Cara menghindarinya:
Catat nomor telepon 24 jam dari bank di mana Anda menjadi nasabah. Jika Anda menghubungi nomor tersebut, pada umumnya akan dijawab oleh mesin penjawab otomatis dan diminta untuk memasukkan pilihan jasa tertentu.
Anda dapat memilih menu yang langsung terhubung dengan bagian pelayanan nasabah. Jangan pernah memberikan nomor PIN, karena bank tidak akan pernah meminta nomor PIN nasabahnya.
Antisipasi Perbankan
Meski data BI menunjukkan tingkat kejahatan perbankan masih cukup tinggi, pelaku di industri itu mengklaim angka kejahatan menggunakan kartu kredit mulai menurun.
Senior General Manager Kartu Kredit PT Bank Central Asia Tbk, Santoso, mengatakan, kasus kejahatan dengan menggunakan kartu kredit kini sudah mulai berkurang. Terutama sejak kartu kredit menggunakan teknologi chip.
"Kami sendiri sudah menerapkan ini sejak empat tahun lalu," kata Santoso kepada VIVAnews, Senin 1 Oktober 2012.
Selain itu, dia melanjutkan, kasus pencurian informasi data nasabah melalui internet untuk transaksi juga sudah diantisipasi. "Tahun lalu, ini juga sudah kami lakukan," ujarnya.
Santoso menjelaskan, kasus kejahatan dengan menggunakan kartu bisa saja terjadi jika kartu dicuri atau tertinggal di merchant. Dalam kasus ini, nasabah lupa memblokir, sehingga muncul tagihan atau dana terkuras.
Untuk itu, pihak perbankan sudah semakin aktif mengedukasi nasabah mengenai keamanan penggunaan kartu sebagai alat bertransaksi. Nasabah diingatkan bahwa kartu ibaratnya adalah juga uang. "Setiap kali berpindah tangan, potensi disalahgunakan bisa saja," tuturnya.
Keluhan yang sering terjadi di luar negeri, menurut dia, adalah nasabah mendapat tagihan untuk membayar beberapa kali lipat. Padahal, transaksi yang dilakukan tidak sebesar tagihan yang harus dibayar.
Untuk mengantisipasi kasus seperti itu, perbankan juga sudah mengedukasi merchant agar mencocokkan tanda tangan di balik kartu. "Jadi, sebaiknya, nasabah juga harus teliti sebelum membeli," ujarnya.
Bahkan, pada 2015, untuk menjaga keamanan bertransaksi menggunakan kartu, selain teknologi chip, nasabah juga akan dilengkapi dengan PIN. "Jadi, nasabah nanti harus memasukkan PIN setiap kali bertransaksi menggunakan kartu," ujarnya.
Bank HSBC, seperti dikutip dari situs perusahaan juga telah meningkatkan standar kenyamanan dan keamanan dalam transaksi kartu kreditnya. HSBC menerapkan desain kartu kredit yang dilengkapi dengan chip.
Saat ini, di seluruh dunia, menurut HSBC, teknologi chip sudah menjadi salah satu standar keamanan yang telah dipergunakan secara luas dalam bertransaksi. Teknologi chip diklaim mampu mengurangi risiko kerugian bagi pemegang kartu kredit, akibat munculnya kartu kredit palsu.
Semua data rahasia pribadi nasabah yang tersimpan di dalam chip dilindungi dengan kode-kode rahasia, sehingga tidak akan dengan mudah diduplikasi dan dipalsukan.
Bahkan, pada 2015, untuk menjaga keamanan bertransaksi menggunakan kartu, selain teknologi chip, nasabah juga akan dilengkapi dengan PIN. "Jadi, nasabah nanti harus memasukkan PIN setiap kali bertransaksi menggunakan kartu," ujarnya.
Bank HSBC, seperti dikutip dari situs perusahaan juga telah meningkatkan standar kenyamanan dan keamanan dalam transaksi kartu kreditnya. HSBC menerapkan desain kartu kredit yang dilengkapi dengan chip.
Saat ini, di seluruh dunia, menurut HSBC, teknologi chip sudah menjadi salah satu standar keamanan yang telah dipergunakan secara luas dalam bertransaksi. Teknologi chip diklaim mampu mengurangi risiko kerugian bagi pemegang kartu kredit, akibat munculnya kartu kredit palsu.
Semua data rahasia pribadi nasabah yang tersimpan di dalam chip dilindungi dengan kode-kode rahasia, sehingga tidak akan dengan mudah diduplikasi dan dipalsukan.
Saat ini, meski tidak
semua terkait kejahatan dengan menggunakan kartu kredit, Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani pembayaran klaim 47 bank yang
dilikuidasi akibat kejahatan perbankan. Total pembayaran klaim dari 47
bank itu mencapai Rp675 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar