VIVAnews
- Perseteruan Amerika Serikat dan China memasuki ajang baru, kali ini
mengaitkan keamanan dengan kegiatan bisnis. Amerika kini terang-terangan
mengumumkan kecurigaan mereka bahwa dua perusahaan telekomunikasi asal
China menjalankan aksi spionase di negeri mereka. Sebaliknya, Beijing
merasa kecurigaan Washington itu mengada-ada dan hanyalah alasan yang
tidak berdasar.
Masalah ini mengemuka setelah DPR AS menyarankan perusahaan-perusahaan Amerika jangan lagi berbisnis dengan Huawei dan ZTE demi kepentingan keamanan nasional. Saran ini muncul setelah Komite Intelijen di DPR AS, Senin lalu, 8 Oktober 2012, mengungkapkan laporan penyelidikan mereka selama 11 bulan.
Dari laporan itu, DPR memperingatkan para pelaku industri Amerika bahwa Beijing telah memanfaatkan dua perusahaan China yang berbisnis di Negeri Paman Sam, yaitu ZTE dan Huawei, untuk memata-matai sektor komunikasi di sana sekaligus mengancam berbagai sistem vital melalui jaringan komputer. Para pelaku industri Amerika disarankan pula untuk mencari mitra bisnis selain dua perusahaan itu.
Komite Intelijen DPR juga menyarankan Komite Investasi Asing di AS (CFIUS)-- yaitu panel antar-instansi pemerintah yang mengawasi investasi asing untuk kepentingan keamanan--agar memblokir semua hubungan bisnis perusahaan AS dengan Huawei maupun ZTE. Belum ada tanggapan dari CFIUS atas saran dari DPR itu.
Seorang anggota Komite Intelijen mengaku pihaknya telah menerima "puluhan dan puluhan lagi" laporan dari kalangan pekerja dan konsumen mengenai kecurigaan mereka soal kinerja peralatan komunikasi yang mereka gunakan, yang sebagian besar adalah buatan Huawei. Laporan-laporan ini yang membuat Komite Intelijen memutuskan menggelar investigasi lebih lanjut atas sepak terjang ZTE dan Huawei di AS.
"Jangan sampai perusahaan-perusahaan di AS memaksa kami untuk menghentikan secara paksa hubungan bisnis mereka dengan ZTE atau Huawei," kata seorang anggota Komite, yang tidak disebutkan namanya, seperti yang dikutip kantor berita Reuters di Washington DC, 9 Oktober 2012 waktu setempat.
Masalah ini mengemuka setelah DPR AS menyarankan perusahaan-perusahaan Amerika jangan lagi berbisnis dengan Huawei dan ZTE demi kepentingan keamanan nasional. Saran ini muncul setelah Komite Intelijen di DPR AS, Senin lalu, 8 Oktober 2012, mengungkapkan laporan penyelidikan mereka selama 11 bulan.
Dari laporan itu, DPR memperingatkan para pelaku industri Amerika bahwa Beijing telah memanfaatkan dua perusahaan China yang berbisnis di Negeri Paman Sam, yaitu ZTE dan Huawei, untuk memata-matai sektor komunikasi di sana sekaligus mengancam berbagai sistem vital melalui jaringan komputer. Para pelaku industri Amerika disarankan pula untuk mencari mitra bisnis selain dua perusahaan itu.
Komite Intelijen DPR juga menyarankan Komite Investasi Asing di AS (CFIUS)-- yaitu panel antar-instansi pemerintah yang mengawasi investasi asing untuk kepentingan keamanan--agar memblokir semua hubungan bisnis perusahaan AS dengan Huawei maupun ZTE. Belum ada tanggapan dari CFIUS atas saran dari DPR itu.
Seorang anggota Komite Intelijen mengaku pihaknya telah menerima "puluhan dan puluhan lagi" laporan dari kalangan pekerja dan konsumen mengenai kecurigaan mereka soal kinerja peralatan komunikasi yang mereka gunakan, yang sebagian besar adalah buatan Huawei. Laporan-laporan ini yang membuat Komite Intelijen memutuskan menggelar investigasi lebih lanjut atas sepak terjang ZTE dan Huawei di AS.
"Jangan sampai perusahaan-perusahaan di AS memaksa kami untuk menghentikan secara paksa hubungan bisnis mereka dengan ZTE atau Huawei," kata seorang anggota Komite, yang tidak disebutkan namanya, seperti yang dikutip kantor berita Reuters di Washington DC, 9 Oktober 2012 waktu setempat.
Tidak hanya di Amerika,
perusahaan China tersebut juga bermasalah di negara-negara lain. Kanada,
misalnya, pada Selasa waktu setempat sudah menunjukkan gelagat untuk
mencoret Huawei dari daftar perusahaan asing yang diperbolehkan
menggarap proyek jaringan komunikasi untuk pemerintah di negeri itu. Tak
ada alasan spesifik yang dijelaskan pihak Kanada, selain bahwa langkah
itu diambil karena pertimbangan keamanan.
Pada Maret lalu, Australia melarang Huawei untuk ikut tender proyek Jaringan Broadband Nasional. Alasannya, lagi-lagi karena pertimbangan keamanan di sektor siber.
Di Eropa, Huawei dan ZTE digugat soal kasus sengketa dagang. Namun, belakangan ini, Komisi Eropa untuk sementara menunda penyelidikan atas kasus itu.
Setelah laporan dari Komite Intelijen DPR AS itu dirilis ke publik, saham ZTE terguncang. Pada awal transaksi Rabu, 10 Oktober 2012, harga saham ZTE di bursa Hong Kong mulai bangkit, sekitar 4 persen, setelah anjlok 11 persen dalam dua hari berturut-turut. Namun, kalangan pialang menilai investigasi di AS itu tampaknya tidak begitu berdampak besar bagi fundamental ZTE, di saat para investor mulai mengalihkan perhatian mereka pada belanja teknologi 4G, yang diperkirakan justru bakal menguntungkan perusahaan itu di masa mendatang.
Pada Maret lalu, Australia melarang Huawei untuk ikut tender proyek Jaringan Broadband Nasional. Alasannya, lagi-lagi karena pertimbangan keamanan di sektor siber.
Di Eropa, Huawei dan ZTE digugat soal kasus sengketa dagang. Namun, belakangan ini, Komisi Eropa untuk sementara menunda penyelidikan atas kasus itu.
Setelah laporan dari Komite Intelijen DPR AS itu dirilis ke publik, saham ZTE terguncang. Pada awal transaksi Rabu, 10 Oktober 2012, harga saham ZTE di bursa Hong Kong mulai bangkit, sekitar 4 persen, setelah anjlok 11 persen dalam dua hari berturut-turut. Namun, kalangan pialang menilai investigasi di AS itu tampaknya tidak begitu berdampak besar bagi fundamental ZTE, di saat para investor mulai mengalihkan perhatian mereka pada belanja teknologi 4G, yang diperkirakan justru bakal menguntungkan perusahaan itu di masa mendatang.
Tumbuh pesat
ZTE dan Huawei merupakan
salah satu bukti tumbuh pesatnya China sebagai kekuatan ekonomi baru.
Berkantor pusat di Kota Shenzhen, Huawei didirikan pada 1987 oleh
seorang pensiunan perwira militer China, Ren Zhengfei.
Menurut laporan The Economist 3 Agustus 2012, Huawei kini telah menjelma jadi perusahaan pembuat alat-alat telekomunikasi terbesar di dunia, menyalip raksasa asal Swedia, Ericsson. Berhasil mencetak laba US$3,7 miliar pada 2010, bisnis Huawei menggurita di lebih dari 140 negara dan kini melayani 45 dari 50 operator telekomunikasi terbesar di dunia, ungkap Businessweek.
Itulah sebabnya Huawei sudah dianggap sebagai perusahaan China yang sudah membentuk jaringan internasional. Selain membuka banyak cabang bisnis, ungkap laman resminya, Huawei pun membangun 20 pusat penelitian dan pengembangan di mancanegara--termasuk di China, AS, Jerman, Swedia, India, Rusia, dan Turki. Untuk membiayai berbagai fasilitas penelitian itu, perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 140 ribu orang tersebut menggelontorkan US$3,74 miliar.
ZTE pun tidak kalah sukses. Didirikan oleh sejumlah BUMN China di bawah naungan Kementerian Dirgantara pada 1985, ZTE kini menjadi produsen alat-alat komunikasi kelima terbesar di dunia dan juga masuk dalam empat besar pembuat ponsel utama di dunia. Sama seperti Huawei, ZTE berkantor pusat di Kota Shenzen.
Dulu bernama Zhongxing Telecommunication Equipment Corporation, ZTE juga mengembangkan usaha dengan sejumlah produk nilai tambah, seperti layanan video on demand dan media streaming, ungkap Businessweek.com. Walau tidak sedahsyat Huawei, ZTE dalam kurun 25 tahun berhasil mencetak laba yang besar dan telah melebarkan cabang-cabang bisnisnya di Australia, Jerman, Amerika Serikat, dan Hong Kong.
Menurut laporan The Economist 3 Agustus 2012, Huawei kini telah menjelma jadi perusahaan pembuat alat-alat telekomunikasi terbesar di dunia, menyalip raksasa asal Swedia, Ericsson. Berhasil mencetak laba US$3,7 miliar pada 2010, bisnis Huawei menggurita di lebih dari 140 negara dan kini melayani 45 dari 50 operator telekomunikasi terbesar di dunia, ungkap Businessweek.
Itulah sebabnya Huawei sudah dianggap sebagai perusahaan China yang sudah membentuk jaringan internasional. Selain membuka banyak cabang bisnis, ungkap laman resminya, Huawei pun membangun 20 pusat penelitian dan pengembangan di mancanegara--termasuk di China, AS, Jerman, Swedia, India, Rusia, dan Turki. Untuk membiayai berbagai fasilitas penelitian itu, perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 140 ribu orang tersebut menggelontorkan US$3,74 miliar.
ZTE pun tidak kalah sukses. Didirikan oleh sejumlah BUMN China di bawah naungan Kementerian Dirgantara pada 1985, ZTE kini menjadi produsen alat-alat komunikasi kelima terbesar di dunia dan juga masuk dalam empat besar pembuat ponsel utama di dunia. Sama seperti Huawei, ZTE berkantor pusat di Kota Shenzen.
Dulu bernama Zhongxing Telecommunication Equipment Corporation, ZTE juga mengembangkan usaha dengan sejumlah produk nilai tambah, seperti layanan video on demand dan media streaming, ungkap Businessweek.com. Walau tidak sedahsyat Huawei, ZTE dalam kurun 25 tahun berhasil mencetak laba yang besar dan telah melebarkan cabang-cabang bisnisnya di Australia, Jerman, Amerika Serikat, dan Hong Kong.
Samar-samar
Pimpinan Huawei dan ZTE
tentu saja membantah berbagai tudingan gawat dari Paman Sam itu. Beijing
pun bereaksi keras. Kementerian Perdagangan China menilai bahwa Komite
Intelijen DPR AS telah "membuat tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar
terhadap China."
Menurut Reuters, laporan setebal 52 halaman dari Komite Intelijen AS itu pun dianggap samar-samar, lemah, dan tanpa didasari bukti yang spesifik. Mereka tidak menyajikan bukti konkret bahwa ZTE dan Huawei telah menjadi alat intelijen China. Bab tambahan pada laporan itu hanya menyebut "ada informasi-informasi tambahan yang secara signifikan menambah kekhawatiran Komite".
Kalangan pejabat intelijen AS, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, menilai bahwa ZTE dan Huawei membawa ancaman bagi keamanan nasional di negara mereka. Namun, belum ada kesepakatan yang solid mengenai apakah pelanggaran keamanan yang melibatkan produk-produk dari dua perusahaan itu sudah dipastikan kebenarannya.
Seorang mantan pejabat intelijen AS menyatakan bahwa ada laporan-laporan yang membenarkan kecurigaan atas Huawei itu, dengan menambahkan bahwa industri pertahanan menjadi target utama mereka. Namun, seorang mantan pejabat senior lain mengatakan bahwa ancaman itu, beserta tuduhan penyadapan, baru bersifat teroretis, belum faktual.
Saat mengumumkan laporan mereka, Ketua Komite Intelijen DPR AS, Mike Rogers, menyebut ada sejumlah contoh kecurigaan atas "penyiaran" informasi ke China, yang melibatkan Huawei. Namun, Rogers tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja pengguna barang buatan Huawei yang jadi target spionase itu.
Ditanya apakah ada contoh transfer ilegal atas informasi dari jaringan yang dicurigai dibocorkan ke pihak China, seorang anggota Komite merujuk pada suatu insiden yang melibatkan operator komunikasi nirkabel Cricket, yang adalah anak perusahaan Leap Wireless International Inc. Cricket menggunakan produk Huawei dalam menyebarkan jaringan nirkabel.
Tanggapan Huawei
Huawei sendiri telah memberi penjelasan panjang lebar atas kecurigaan DPR AS. Menurut Huawei, laporan Komite Intelijen DPR AS dari penyelidikan selama 11 bulan itu ternyata gagal menyediakan informasi yang jelas atau bukti keras.
Dalam tanggapan tertulis yang dikirim ke VIVAnews, 10 Oktober 2012, Huawei mengingatkan bahwa Amerika Serikat adalah negara hukum, di mana semua dugaan dan tuntutan harus didasarkan pada bukti dan fakta yang kuat. "Huawei berharap bahwa penyelidikan atas tuduhan itu dipastikan didasari fakta obyektif atas tinjauan kegiatan usaha mereka maupun isu cyber-security global lainnya."
Selama 11 bulan terakhir, ungkap Huawei, mereka telah bekerjasama dengan Komite Intelijen DPR AS secara terbuka dan transparan didasari itikad baik. Pimpinan puncak Huawei pun telah berkali-kali bertatap muka dengan anggota Komite di Washington D.C., Hong Kong, dan Shenzhen.
Huawei mempersilakan Komite memeriksa kawasan litbang, pusat pelatihan dan pabrik mereka, serta menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan, termasuk daftar anggota Direksi dan Komisaris Huawei selama 10 tahun terakhir dan data penjualan tahunan sejak didirikan pada 1987.
Meski demikian, Huawei menyatakan, Komite tampaknya telah menarik kesimpulan sebelum penyelidikan selesai. "Bahkan sebelum penyelidikan dimulai, Ketua Komite mengatakan kepada media massa bahwa 'saya tetap pada pendirian saya untuk menghimbau komunitas bisnis Amerika agar berhati-hati dalam menggunakan teknologi Huawei sampai kami dapat menentukan motif mereka sesungguhnya'.”
Menurut Reuters, laporan setebal 52 halaman dari Komite Intelijen AS itu pun dianggap samar-samar, lemah, dan tanpa didasari bukti yang spesifik. Mereka tidak menyajikan bukti konkret bahwa ZTE dan Huawei telah menjadi alat intelijen China. Bab tambahan pada laporan itu hanya menyebut "ada informasi-informasi tambahan yang secara signifikan menambah kekhawatiran Komite".
Kalangan pejabat intelijen AS, baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun, menilai bahwa ZTE dan Huawei membawa ancaman bagi keamanan nasional di negara mereka. Namun, belum ada kesepakatan yang solid mengenai apakah pelanggaran keamanan yang melibatkan produk-produk dari dua perusahaan itu sudah dipastikan kebenarannya.
Seorang mantan pejabat intelijen AS menyatakan bahwa ada laporan-laporan yang membenarkan kecurigaan atas Huawei itu, dengan menambahkan bahwa industri pertahanan menjadi target utama mereka. Namun, seorang mantan pejabat senior lain mengatakan bahwa ancaman itu, beserta tuduhan penyadapan, baru bersifat teroretis, belum faktual.
Saat mengumumkan laporan mereka, Ketua Komite Intelijen DPR AS, Mike Rogers, menyebut ada sejumlah contoh kecurigaan atas "penyiaran" informasi ke China, yang melibatkan Huawei. Namun, Rogers tidak menyebutkan secara spesifik siapa saja pengguna barang buatan Huawei yang jadi target spionase itu.
Ditanya apakah ada contoh transfer ilegal atas informasi dari jaringan yang dicurigai dibocorkan ke pihak China, seorang anggota Komite merujuk pada suatu insiden yang melibatkan operator komunikasi nirkabel Cricket, yang adalah anak perusahaan Leap Wireless International Inc. Cricket menggunakan produk Huawei dalam menyebarkan jaringan nirkabel.
Tanggapan Huawei
Huawei sendiri telah memberi penjelasan panjang lebar atas kecurigaan DPR AS. Menurut Huawei, laporan Komite Intelijen DPR AS dari penyelidikan selama 11 bulan itu ternyata gagal menyediakan informasi yang jelas atau bukti keras.
Dalam tanggapan tertulis yang dikirim ke VIVAnews, 10 Oktober 2012, Huawei mengingatkan bahwa Amerika Serikat adalah negara hukum, di mana semua dugaan dan tuntutan harus didasarkan pada bukti dan fakta yang kuat. "Huawei berharap bahwa penyelidikan atas tuduhan itu dipastikan didasari fakta obyektif atas tinjauan kegiatan usaha mereka maupun isu cyber-security global lainnya."
Selama 11 bulan terakhir, ungkap Huawei, mereka telah bekerjasama dengan Komite Intelijen DPR AS secara terbuka dan transparan didasari itikad baik. Pimpinan puncak Huawei pun telah berkali-kali bertatap muka dengan anggota Komite di Washington D.C., Hong Kong, dan Shenzhen.
Huawei mempersilakan Komite memeriksa kawasan litbang, pusat pelatihan dan pabrik mereka, serta menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan, termasuk daftar anggota Direksi dan Komisaris Huawei selama 10 tahun terakhir dan data penjualan tahunan sejak didirikan pada 1987.
Meski demikian, Huawei menyatakan, Komite tampaknya telah menarik kesimpulan sebelum penyelidikan selesai. "Bahkan sebelum penyelidikan dimulai, Ketua Komite mengatakan kepada media massa bahwa 'saya tetap pada pendirian saya untuk menghimbau komunitas bisnis Amerika agar berhati-hati dalam menggunakan teknologi Huawei sampai kami dapat menentukan motif mereka sesungguhnya'.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar