Kamis, 08 November 2012

Peran 'Aktor-aktor' Hambalang Versi Nazaruddin

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, kembali membeberkan peran angggota Dewan Perwakilan Rakyat maupun pihak Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam proyek Hambalang. Nazaruddin kembali menyebut nama-nama mantan rekan separtainya, yakni Anas UrbaningrumAndi MallarangengAngelina SondakhMahyudin, serta Mirwan Amir

Menurut Nazaruddin, kasus ini berawal saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyurati Kemenpora pada 2008. Dalam surat tersebut, BPK memperingatkan Kemenpora bahwa proyek Hambalang tidak bisa dijalankan jika masalah sertifikat lahan belum selesai.

"Di situlah peran Anas, memanggil Ignatius Mulyono dan memerintahkan dia memanggil Pak Joyo Winoto," kata Nazaruddin seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi kasus Hambalang, Rabu (7/11/2012) malam. Dia melanjutkan, Anas kemudian bertemu dengan Joyo Winoto yang menjadi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat itu. 

"Setelah Anas ketemu Joyo, satu minggu setelah itu, sertifikat selesai. Itu peran Anas," ungkap Nazaruddin. 

Setelah sertifikat selesai diurus, lanjutnya, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga saat itu,Wafid Muharam, melapor kepada Anas. Ketika itu, menurut Nazaruddin, sedang ada masalah di internal Kemenpora. Pada awal masa kepemimpinan Andi, semua eselon satu sedang dievaluasi sehingga tidak ada yang berani menjalankan proyek Hambalang dan program Menpora lainnya. Untuk itulah, katanya, Wafid menemui Anas dan meminta agar Ketua Umum DPP Partai Demokrat itu bicara kepada Andi sehingga Wafid mendapat instruksi langsung dari Menpora untuk berkomunikasi intens dengan Komisi X DPR terkait program-program kementerian.

"Mas Anas lalu memanggil Mahyudin, Nazar, Angelina Sondakh, Mirwan Amir, diperintahkan ketemu Andi Mallarangeng," tambahnya. 

Pertemuan itu berlangsung pada Januari 2010 di Kantor Menpora di Gedung Kemenpora, Senayan, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, menurut Nazaruddin, Mahyudin yang ketika itu menjadi Ketua Komisi X mengatakan kepada Andi agar Kemenpora berkomunikasi intens dengan Komisi X supaya program-program bisa berjalan dengan baik. Sebagai perwakilan Kemenpora diusulkan Wafid Muharam. 

"Angie bilang, Pak Menpora, kalau eselon satu tidak ada instruksi langsung dari Bapak juga tidak akan jalan. Langsung Pak Menpora dari meja makannya menelepon supaya Wafid ke ruangannya. Begitu Pak Wafid naik ke lantai 10, dia dikenalin sama kami," ucap Nazaruddin.

Setelah Wafid bergabung dalam pertemuan itu, lanjutnya, Andi menginstruksikan bawahannya itu untuk berkomunikasi intens dengan Komisi X, khususnya dengan Mahyudin, Angelina, dan Mirwan.

"Kalau mereka ngeluh lagi, dan tidak ada komunikasi intens, maka Bapak termasuk salah satu eselon satu yang saya evaluasi," kata Nazaruddin, menirukan perkataan Andi kepada Wafid saat itu.

"Andi menekan Wafid supaya proyek jalan. Yang harus dijalankan Wafid, proyek nasional Hambalang, persiapan SEA Games, persiapan PON, dan persiapan lapangan bermain olahraga di tingkat kabupaten," tambahnya.

Nazaruddin pun menyebut aliran uang yang diterima anggota DPR dan pihak Kemenpora terkait proyek Hambalang tersebut. "Uang Rp 100 miliar itu kesepakatan Anas sama PT Adhi Karya. Rp 50 miliar buat Anas, Rp 10 miliar buat Mirwan dan Olly. Rp 10 miliar buat Mahyudin, Rp 5 miliar buat Mukhayat, dan Rp 5 miliar buat Wafid, Rp 20 miliar untuk Menpora," ungkapnya.

Ihwal pertemuan di Kantor Menpora ini diakui Angelina, Mahyudin, dan Andi saat bersaksi dalam persidangan kasus suap wisma atlet. Menurut Angelina dan Andi, pertemuan itu hanya sebatas silaturahim setelah Andi terpilih sebagai Menpora. Dalam pertemuan itu dibahas mengenai program-program Kemenpora seperti SEA Games. Sementara Mahyudin mengungkapkan kalau pertemuan itu sempat menyinggung soal sertifikat lahan Hambalang. Menurut Mahyudin, Nazaruddin menyampaikan kepada Andi kalau sertifikat lahan Hambalang telah selesai diurus. Andi pun merespons dengan mengucapkan "terima kasih".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar