Rabu, 03 Oktober 2012

Dipicu Eropa dan AS, Pertumbuhan Ekonomi Asia Dipangkas

VIVAnews - Bank Pembangunan Asia (ADB) mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2012 dan 2013 dari negara-negara berkembang di Asia. Koreksi itu dibuat seiring melemahnya kinerja China dan India akibat berkurangnya permintaan dunia.

Perekonomian Asia yang dihuni 45 negara diperkirakan tumbuh 6,1 persen pada tahun ini. Sementara itu, pada 2013, ekonomi Asia bakal tumbuh 6,7 persen.

Perkiraan ADB tersebut turun dari proyeksi sebelumnya, di mana pertumbuhan ekonomi tahun ini ditaksir mencapai 6,9 persen dan 7,3 persen pada 2013.

Dikutip dari laporan terbaru bertajuk Asian Development Outlook 2012, ADB memperkirakan kawasan Asia akan masuk dalam periode pertumbuhan moderat seiring pelemahan perekonomian dunia.

"Negara berkembang Asia harus beradaptasi dengan situasi pertumbuhan moderat. Negara-negara harus melakukan upaya lebih banyak untuk mengurangi ketergantungan pada sektor ekspor, menyeimbangkan sumber pertumbuhan, dan menaikkan produktivitas dan efisiensi," ujar Chief Economist ADB, Changyong Rhee.

ADB memperkirakan krisis surat utang Eropa yang masih terus berlangsung dan kondisi fiskal Amerika Serikat yang kurang menggembirakan, akan berdampak pada seluruh negara di dunia, khususnya negara berkembang Asia.

Beruntung, di tengah penurunan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), ADB memperkirakan harga komoditas dunia dan bahan bakar minyak takkan naik signifikan. ADB menaksir laju inflasi pada 2012 dan 2013 berada di kisaran 4,2 persen.

Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, ADB memperkirakan kecepatan pertumbuhan ekonomi kawasan ini hanya akan berada di kisaran 5 persen pada 2012. Kondisi ini dipicu pemulihan ekonomi Thailand yang sempat terhantam bencana banjir pada 2011.

Pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara juga dipicu belanja pemerintah di Malaysia dan Filipina yang semakin besar. Ditambah tingkat investasi dan konsumsi sektor swasta yang ikut meningkat.

Jika guncangan ekonomi menghantam dunia, ADB meyakini sejumlah negara di kawasan Asia masih memiliki ruang fiskal dan moneter untuk mengatasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar